Berbicara tentang masalah kesehatan gigi dan mulut pastilah tak
habis-habisnya. Setiap hari selalu saja ada orang yang mengeluh sakit
gigi, entahkah itu disebabkan karena gigi berlubang, atau gusi yang
membengkak. Namun sayangnya, kebanyakan orang datang ke dokter gigi
ketika sudah merasakan sakit yang amat sangat. Seharusnya hal tersebut
tidak perlu terjadi seandainya mereka rutin datang ke dokter gigi
setiap 6 bulan sekali untuk melakukan pemeriksaan secara berkala, hal
ini bertujuan untuk mengantisipasi kerusakan gigi berlanjut, karena
sebagai mana kita ketahui di dalam dalam rongga mulut banyak sekali
terdapat berbagai macam penyakit gusi, yang tanpa disadari dapat
beresiko besar menimbulkan sakit gigi.
Salah satu penyakit tersebut adalah radang gusi (gingivitis) yang
merupakan penyakit dalam rongga mulut yang sangat umum sekali terjadi
pada setiap orang. Seringkali ditandai dengan adanya perubahan bentuk
menjadi lebih membulat dan besar, warna gusi menjadi lebih kemerahan,
tekstur menjadi licin, konsistensi gusi lunak dan seringkali disertai
adanya perdarahan pada gusi saat menyikat gigi. Pada umumnya, setiap
orang mengalami radang gusi dengan tingkat keparahan yang sangat
bervariasi tergantung dari umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi
dan tingkat pendidikan. Faktor lokal penyebab radang gusi adalah
penumpukan bakteri plak berupa Streptococcus sanguis yang terdapat di
daerah tepi gusi. Karena terus dibiarkan dalam jangka waktu 4 sampai 5
hari tanpa tindakan pembersihan maka bakteri beserta produk hasil
metabolismenya berupa eksotoksin, endotoksin, asam laktat dan berbagai
macam enzim khususnya tripsin tersebut, berinvasi masuk ke jaringan
gusi yang lebih dalam dan kemudian bereaksi sehingga menyebabkan
kerusakan pada gusi.
1. Gusi Sehat 2. Gingivitis ringan 3. Gingivitis sedang 4. Gingivitis
berat
Perbandingan gambaran gusi sehat dengan gusi yang mengalami peradangan
ringan sampai berat. (Color Atlas of Dental Mediceine, Periodintology)
Penyakit radang gusi yang timbul dalam waktu yang lama jarang sekali
menimbulkan rasa sakit atau nyeri, sehingga sering kali kurang mendapat
perhatian dan akhirnya dibiarkan begitu saja tanpa perawatan yang baik
dan benar. Dalam upaya mencegah berlanjutnya radang gusi yang
disebabkan oleh akumulasi bakteri plak maka dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu dengan tindakan secara mekanis, kimiawi atau
gabungan keduanya. Pembersihan secara mekanis dengan sikat gigi
merupakan cara yang paling efektif, guna mencegah berkembangnya
penyakit gusi lebih lanjut, namun kurangnya motivasi dan pengetahuan
dalam menguasai teknik pembersihan plak secara mekanis dengan sempurna
misalnya pada individu dengan cacat jasmaniah atau mental yang
kemungkinan harus bergantung terus kepada orang lain menyebabkan
penderita tidak melakukan pembersihan secara baik dan benar (Soeroso,
1997). Disamping itu juga penyikatan gigi akan menimbulkan rasa sakit
pada orang yang sedang mengalami radang akut. Maka dari itu dengan
adanya keterbatasan-keterbatasan diatas dibutuhkan metode kontrol plak
lain untuk mengurangi radang gusi yaitu secara kimiawi. Berkumur dengan
bahan kimia yang mengandung antiseptik seperti air garam diharapkan
dapat menghambat atau menekan pertumbuhan bakteri. (Kidd and Bechal,
1992).
Saat ini, di pasaran banyak beredar obat kumur dengan berbagai macam
jenis dan kegunaan, diantaranya yaitu obat kumur yang mengandung bahan
aktif Povidone, Chorhexidine, Cetylpyridinium Chlorida. dan lain-lain.
Bahan-bahan tersebut selain harganya cukup mahal juga memiliki efek
samping diantaranya pewarnaan pada gigi, penurunan kepekaan pengecapan
pada lidah, serta terkadang dapat terjadi iritasi dan deskuamasi pada
membran mukosa (Setiadi,1999), maka dari itu diperlukan sebuah
alternatif lain untuk terapi pencegahan dan pengobatan radang gusi
berupa air garam, dengan alasan selain memiliki efek samping yang
kecil, garampun merupakan bahan dengan harga yang murah serta mudah
untuk diperoleh sipapun, kapanpun dan dimanapun.
Obat kumur menurut ADA (American Dental Association) harus dapat
membunuh organisme patogen atau yang bersifat antibakteri. Obat kumur
harus dapat membantu membersihkan sisa makanan dalam mulut, untuk
mencapai tujuan tersebut dapat digunakan larutan Natrium Klorida dengan
kosentrasi 1,5 %. Beberapa studi menunjukkan fungsi khusus dari air
garam di bidang kesehatan diantaranya adalah untuk melenturkan dan
mengurangi rasa nyeri pada otot yang sakit. Berkumur dengan air garam
juga dapat menurunkan suatu peradangan, menyembuhkan infeksi dan
bersifat astrigen yang dapat menguatkan gusi (Saphira, 2004). Sejak
zaman dahulu, larutan garam telah direkomendasikan, di China 2700 SM,
dinyatakan bahwa berkumur merupakan perawatan untuk penyakit gusi.
Zaman dahulu Hipokrates memerintahkan untuk mencampur garam dengan air
untuk berkumur (Douglas, 2004).
Menurut Standart Industri Indonesia, (1976) dikatakan bahwa garam
merupakan kristal berwarna putih, tidak berbau, rasa asin dan mudah
larut dalam air yang merupakan gabungan bahan-bahan kimia dalam jumlah
besar, meliputi kapur, gips, magnesium, garam amonium serta garam
dapur. Garam (NaCl) mempunyai berat molekul 58,44 g/mol
(Kompas-Kesehatan, 2006). Secara umum, garam memiliki sifat mudah larut
dalam air jika kedua ion terpisah dan dapat menghantarkan listrik
(Wikipedia, 2004). Air garam adalah larutan dari senyawa kimia
sederhana yang terdiri dari atom-atom yang membawa ion positif berupa
Natrium (Na+) dan ion negatif Chlorida (Cl-). (www.medicastore.com
2004).
Air garam mempunyai dua pengaruh terhadap kelangsungan hidup bakteri.
Pada konsentrasi rendah akan merangsang pertumbuhan bakteri (Takada and
Fukushima, 1986). Namun sebaliknya, garam dalam bentuk murni atau
dengan konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik karena unsur klorida
yang terdapat didalammnya termasuk golongan halogen yaitu oksidator
kuat yang mampu mematikan bakteri. (Bellringer, 2000). Unsur lain yang
terdapat didalam garam adalah iodium sebagai germisid paling tua dan
efektif untuk mikroorganisme, tidak menimbulkan warna dan sifat iritasi
kecil (Pelczar and Chan, 1998).
Air garam yang digunakan untuk mengurangi radang gusi tentulah air
garam yang berasal dari garam dapur yang beriodium. Air garam ini
haruslah memiliki konsentrasi lebih dari 0,9 % berupa larutan
hipertonis yang mempunyai tekanan osmosis yang lebih besar dari cairan
yang ada di dalam sel. Perbedaan tekanan osmosis ini menyebabkan cairan
dari sel bakteri tertarik ke luar sel sehingga sitoplasma bakteri
lama-kelamaan akan menyusut akibatnya sel akan mati atau tidak mampu
berkembang biak (Goulding, 1960).
Dari hasil penelitian yang sudah penulis lakukan pada Bulan Agustus
2006, melalui eksperimental semu dengan desain pre and post study.
Sampel penelitian diperoleh dengan teknik purposive sampling
menggunakan double blind system. Jumlah naracoba sebanyak 34 orang
dengan rentan umur 18 – 45 tahun. Standart pemeriksaan radang
gusi dengan mengunakan Indeks gingiva Löe & Silness
maka dihasilkan sebanyak 64,71 % dari naracoba mengalami penurunan
radang gusi secara signifikan. Hasil ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Talaro dan Tan, (1996) bahwa larutan garam dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Adapun teknik dan cara pembuatan larutan garamnya adalah dengan
mencampurkan garam dapur sebanyak 3,75 gram kedalam 250 ml air aquades
hangat atau setara dengan segelas air minum biasa. Kemudian dikocok
dengan sendok sampai larut secara merata. Berkumur dilakukan selama 1
menit dengan mengganti obat kumur sebanyak dua kali dan berkumur dengan
menggerakkan oto-otot pipi, bibir dan lidah secara maksimal, setelah
berkumur usahakan untuk tidak makan, minum atau berkumur dengan larutan
lain selama ±1 menit. Hal ini bertujuan agar larutan garam
tersebut dapat bereaksi lebih lama terhadap jaringan yang meradang.
Berkumur tersebut dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu pagi
setelah makan dan malam sebelum tidur selama batas waktu yang tidak
ditentukan. Selama penggunaan kemungkinan akan menimbulkan beberapa
efek samping seperti rasa mual untuk beberapa orang yang sensitif
dengan rasa asin, dan bisa juga menimbulkan iritasi ringan dalam rongga
mulut jika konsentrasinya terlalu tinggi.
|